Masyarakat Lampung memiliki falsafah hidup piil-pesenggiri (berpendirian teguh), nemui-nyimah (ramah terhadap tamu), nengah-nyampur (mudah bergaul), bejuluk-beadek (memiliki status yang jelas), dan sakai-sambaian (gotong royong). Falsafah bijak yang sudah ada sejak ratusan tahun lalu ini akan dipegang teguh terus sebagai landasan karakter masyarakat.
Sedangkan untuk bergerak maju membangun masa depan, falsafah warga Tubaba adalah “Nenemo” (nemen, nedes, nrimo). Nemen berarti bekerja keras, nedes adalah tahan banting atau tidak mudah menyerah, sedangkan nrimo bermakna keikhlasan. Nenemo ini kemudianmenjadi nilai-nilai yang ditularkan kepada masyarakat Tulang Bawang Barat melalui berbagai program.
Secara geografis Kabupaten Tulang Bawang Barat dibagi menjadi dua kawasan utama yang terbelah oleh sungai. Di sisi Selatan Sungai terdapat tiga kecamatan, yaitu Tulang Bawang Tengah, Tumijajar, dan Tulang Bawang Udik.
Selebihnya enam kecamatan berada di Utara sungai yaitu Pagardewa, Lambu Kibang, Batu Putih, Gunung Terang, Gunung Agung, dan Way Kenanga.
Kini sembilan kecamatan dibawah Kabupaten Tulang Bawang Barat terdapat 97 tiyuh dan 3 kelurahan. Pemimpin kelurahan atau lurah ditunjuk oleh Bupati, sedangkan kepala tiyuh dipilih oleh masyarakat.
Kabupaten Tulang Bawang Barat berada di utara Provinsi Lampung, berbatasan langsung dengan Provinsi Sumatera Selatan, dan berada di antara Kota Bandar Lampung dan Palembang. Ibukotanya adalah Panaragan, dan disinilah ikon pertama Tubaba, Islamic Centre, berada.
Kabupaten Tulang Bawang Barat memiliki populasi +- 300.000 jiwa (sensus 2017: 269.162) yang didominasi oleh masyarakat dari suku Lampung, Jawa, Sunda, dan Bali.
Mata pencaharian utama penduduk adalah berkebun. Komoditas utama adalah karet serta sebagian kecil singkong dan sawit.
Banyak yang menyebut Kabupaten Tulang Bawang Barat sebagai ‘Indonesia Mini’ karena aneka ragam budayanya. Meski berbeda-beda, kehidupan antar suku di Tulang Bawang Barat sangat harmonis. Baik masyarakat Lampung asli maupun pendatang masih menjaga & merayakan tradisi budaya masing-masing.
Pada tahun 1997 Kabupaten Lampung Utara mengalami pemekaran wilayah dan menghasilkan baru bernama Kabupaten Tulang Bawang. Seiring berjalannya waktu lahir kembali Kabupaten baru hasil pemekaran dari Kabupaten Tulang Bawang pada tahun 2009 yang bernama Kabupaten Tulang Bawang Barat. Namun sebelum kemerdekaan RI, wilayah ini disebut sebagai Mego Pak Tulang Bawang yang mendiami sepanjang aliran sungai Way Kanan dan Wai Kiri. Wilayah Mego Pak Tulang Bawang didiamioleh empat marga; Marga Tegamoan, Marga Buay Bulan, Marga Suwai Umpu dan Marga Aji.
Terdapat sebelas tiyuh yang mendiami tepi-tepi sungai Way Kanan dan Way Kiri hingga saat ini, diantaranya Karta, Gunung Katun Tanjungan, Gunung Katun Malay, Gedung Ratu, Panaragan, Bandar Dewa, Megala Emas,Penumangan, Pagardewa, Gunung Terang, dan Gunung Agung. Tulang Bawang Barat adalah kabupaten di dalam perkebunan di pedalaman Sumatera Selatan yang membuatnya menjadi bukan lintasan, dan juga bukan tujuan pariwisata. Tetapi geliatnya sebagai Kabupaten muda sudah mampu menyedot perhatian masyasarakat sekitar, bahkan nasional karena faktor-faktor unik dan menarik yang dimilikinya.
Secara geografis Kabupaten Tulang Bawang Barat dibagi menjadi dua kawasan utama yang terbelah oleh sungai. Di sisi Selatan Sungai terdapat tiga kecamatan, yaitu Tulang Bawang Tengah, Tumijajar, dan Tulang Bawang Udik. Selebihnya enam kecamatan berada di Utara sungai yaitu Pagardewa, Lambu Kibang, Batu Putih, Gunung Terang, Gunung Agung, dan Way Kenanga.
Kini sembilan kecamatan dibawah Kabupaten Tulang Bawang Barat terdapat 97 tiyuh dan 3 kelurahan. Pemimpin kelurahan atau lurah ditunjuk oleh Bupati, sedangkan kepala tiyuh dipilih oleh masyarakat.